Pekerjaan Harus Sesuai
Disiplin Ilmu?
Disiplin ilmu selalu melekat dalam kehidupan mahasiswa, karna ketika seorang mahasiswa masuk ke sebuah universitas suatu sekolah tinggi, mereka semestinya sudah memiliki gambaran untuk memilih disiplin ilmu atau disiplin akademik yang memungkinkan bisa dikuasainya.
Mahasiswa
diberi kebebasan untuk memilih, karna studi biasanya menawarkan beberapa
disiplin ilmu. Namun ada hambatan bagi mahasiswa, jurusan yang ingin mereka
tekuni sering berbeda dengan harapan orang tua. Ini menimbulkan kesulitan
banyak mahasiswa.
Tentunya
ketika seorang mahasiswa memilih program studi atau disiplin ilmunya, sudah ada
proyeksi pilihan kerja yang di inginkan oleh mahasiswa. Ini semacam penyakit
lama, dialami setiap mahasiswa baik yang sebentar lagi lulus atau yang sudah
selesai diwisuda. Kami sebagai dosen dan kampus juga terus berpikir bagaimana
mahasiswa yang kami didik dapat diterima dilapangan pekerjaan. Kami juga sering
memotivasi mahasiswa untuk memiliki skill
dan mempunyai gambaran ketika lulus mau masuk di dunia kerja yang seperti
apa,”jelas Muh Kus Yunanto SIP, salah seorang dosen STIA “AAN”Yogyakarta.
“Pengalaman berorganisasi di kampus juga bisa menjadi bekal bagi mahasiswa, seperti banyak mengikuti aktivitas atau kegiatan yang positif selama menjadi mahasiswa. Setidaknya, mempunya gambaran mahasiswa tersebut memiliki pengalaman yang banyak.”
Kus
berharap, mahasiswa bisa bersaing di dunia kerja ke depan. Dengan terus belajar
dikampus dan sering terlibat dalam organisasi, baik di dalam kampus maupun luar
kampus. Sebab, belajar didalam kampus maupun di luar kampus akan sangat
membantu dalam proses kompnikasi dengan khalayak umum, untuk memperluas relasi.
Dengan begitu, bisa membuka peluang memperoleh pekerjaan sesuai diharapkan.
Rini,
mahasiswa Prodi Perbankan sebuah universitas menambahkan, “ Tidak sepenuhnya
jurusan yang saya jalani atau sedang saya pelajari saat ini menjadi utama,
karena kelak jika lulus nanti saya tetap ingin menjadi wirausahawan muda. Namun
bagaimanapun saya tetap memprioritaskan untuk bekerja di bank.”
“
Pekerjaan saya saat ini hampir sesuai dengan disiplin ilmu yang saya peroleh di
kampus. Selama pekerjaan itu baik, tidak menjadi masalah. Tergantung passion-nya masing-masing.” Ungkap
Ratriana, Alumnus STIA “AAN” Yogyakarta, yang saat ini bekerja dibagian “Tele
marketing.”
Maya,
mahasiswa UNY angkatan 2013 menambahkan, “ Saya berusaha tetap fokus pada
disiplin ilmu yang dipilih, karna itu merupakan pilihan saya. Orang tua tidak
tahu, mereka hanya memberikan dukungan, karna apapun pilihan saya, orang tua
tetap mengiyakan.”
Suharto,
salah satu orang tua mahasiswa mengamini, “ Seharusnya yah tetap sesuai dengan
prodi apa yang telah diambil sekarang, karna bagaimanpun kami sebagai otang tua
yang membiyayai. Tetapi ketika keninginan anak lain, ya sudah orang tua hanya
bisa memotivasi memberi dukungan.”
Menanggapi
fenomena ini, Drs Tjihnoh W MSI, dosen Pengembangan Organisasi dan Birokrasi
STIA “AAN”, menegaskan “ Kampus tidak menjamin kehidupan mahasiswa di sepanjang
kehidupan mahasiswanya, tergantung kepada mahasiswa itu sendiri. Pengalaman
berorganisasi di kampus juga bisa menjadi bekal bagi mahasiswa, seperti banyak
mengikuti aktivitas atau kegiatan yang positif selama menjadi mahasiswa.
Meskipun sebenarnya orentasinya bukan untuk itu, setidaknya mempunya gambaran
mahasiswa tersebut terbukti memiliki pengalaman yang banyak.”
“ Saya selalu menekankan kepada mahasiswa saya untuk memilih pekerjaan yang bisa memberikan gaji yang tinggi, namun ia juga harus mampu menunjukan kualitas bagi pekerjaan yang dipilih,” jelas Tjihno lagi.
Kemudian
yang paling terakhir dan paling terpenting, mahasiswa jangan lupa konsultasi
dengan orang tua atau keluarga. Karena, ketika kita dekat dengan orang tua
setidaknya mendiskusikan pilihan untuk memilih disiplin ilmu dan lapangan
pekerjaan, orang tua selalu hadir mendukung anak-anaknya, dan tidak lupa
mendoakan.
Di
Jakarta, Kepala Subdirektorat Pendidikan Tinggi Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas), Amich Alhumami, kepada media mengatakan,
pertumbuhan program studi idealnya selaras dengan kebutuhan pasar kerja dan
pembangunan, tidak hanya mengikuti fenomena tren tertentu. Jika program studi
tertentu terlalu berlebihan jumlahnya, dikhawatirkan jumlah lulusan tidak
seimbang dengan kebutuhan, lalu memicu pengangguran terdidik di Indonesia.
Oleh: Lio Bijumes
Telah dimuat pertamakali SwaraKampus Kedaulatan Rakyat, selasa 27 Januari 2015
0 komentar:
Posting Komentar