1
April 2013 merupakan hari dimana 100 hari kerja Ketua DPM dan Presiden BEM.
Sosok wanita yang begitu dekat dan hangat dimata rekan-rekannya. Penuh senyum
dan selalu ceria, tanpa ada kata GALAU dalam hidupnya (dikampus). Nah dalam
konteks ini, kami ingin menyoroti sosok tersebut. Dimana 100 hari kinerja
setelah 22 Desember 2012 dilantik.
Wanita
itu bisa menjadi pemimpin yang baik ketika ia merasa terpanggil untuk memimpin
dan sudah pada waktunya ia memimpin. Dalam konteks tersebut, kemaren pada
tanggal 21 april kita merayakan hari Kartini, dimana di negara ini haruslah
menyamakan gender (persamaan kodrat antara laki-laki dan wanita).
Laki-laki
yang merasa terpanggil itu haruslah berani untuk tampil kedepan. Akan tetapi
hal demikianlah yang tidak bisa dicapai untuk menjadi sebuah kenyataan. Kenapa
laki-laki bisa kalah dalam pemilihan? Kontekstualnya para pemilih itu hanya
memilih orang yang popularitasnya sudah tinggi. Pemilih tidak mengetahui dengan
jelas apa visi dan misi yang diusung calon presiden tersebut. “Yang penting
saya kenal dia, karena dia bisa aktif merangkul kalangan.” kata salah seorang
mahasiswa.
Mengapa
para pemegang hak suara itu memilih calon yang popularitasnya sudah naik?
Bukankah lebih baik memilih yang sudah mempunyai kapabilitas, bukan
popularitas. Seorang yang hanya melihat dari popularitasnya saja, itu akan
terlihat setelah masa kerja sudah melewati dari 100 hari. Dalam segi action awalnya memang bagus, setelah
melewati 100 hari masa kerja terjadi penurunan.
Hal
demikianlah yang ditakuti oleh beberapa kalangan mahasiswa. Mengingat SDM
dikampus ini banyak yang wanita, kemungkinan untuk menjadi presiden itu seorang
laki-laki sangatlah sulit untuk dicapai. Melihat kinerja SDM yang laki-laki
sekarang masih MELEMPEM belum ada mempunyai jiwa untuk berorganisasi, inilah
kritikan pedas untuk para laki-laki di kampus ini.
“Mengapa
perlu adanya aksi cepat tanggap, kalau ngak ada aksi cepat tanggap negara itu
akan repot,” kata seorang mahasiswa.
0 komentar:
Posting Komentar